Sumber daya manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam
suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan
visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan
diurus oleh manusia.
Nawawi dalam Sedarmayanti (2007:287) mengatakan ada tiga pengetian sumber daya manusia,
yaitu:
1.
Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di
lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau
karyawan)
2.
Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai
penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
3.
Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan
asset dan berfungsi sebagai modal (non-material/ non-finansial) di dalam
organisasi bisnis yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan
non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
Melihat
pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia merupakan bagian terpenting dalam keberhasilan
sebuah perusahaan. Maka selayaknyalah sumber daya manusia diperhatikan
oleh perusahaan, misalnya melalui pemberdayaan.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indoneasia 1995 pemberdayaan secara etimologis berasal dari
kata daya yang berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak.
Mendapat awalan ber- menjadi ‘berdaya’
artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal (cara dan sebagainya)
untuk mengatasi sesuatu. Mendapat awalan dan akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan yang dapat diartikan sebagai
usaha/proses menjadikan untuk membuat mampu, membuat dapat bertindak atau
melakukan sesuatu. Pemberdayaan dalam bahasa inggris disebut juga empowerment (Priansa & Suwatno, 2011:182).
Sedangkan
menurut Kamus Manajemen (Mutu) (Sugian, 2006:78)
menyatakan bahwa “Empowerment (pemberdayaan)
adalah kondisi dimana para pekerja memiliki otoritas untuk membuat keputusan
dan mengambil tindakan dalam area kerjanya tanpa meminta persetujuan sebelumnya”.
Pengertian
singkat mengenai pemberdayaan SDM diungkapkan oleh Smith yang menyatakan bahwa
memberdayakan orang berarti mendorong mereka menjadi lebih
terlibat dalam keputusan dan aktivitas yang memengaruhi pekerjaan mereka. (Wibowo, 2007: 136)
Definisi lain diungkapkan oleh
Fred Luthans
dalam bukunya Organizational Behavior 10th Edition yang diterjemahkan oleh Vivin Andika
dkk (2006:492)
mengemukakan bahwa:
Pemberdayaan adalah “mengakui dan menggali
untuk kepentingan organisasi, kekuasaan yang ada pada seseorang oleh karena
pengetahuan mereka yang berguna dan motivasi internal dalam diri mereka”.
Pemberdayaan adalah otoritas dalam membuat keputusan di area tanggung jawab
seseorang tanpa meminta persetujuan orang lain. Walaupun pemberdayaan sama
dengan delegasi wewenang, ada dua karakteristik yang menjadikanya unik.
Pertama, karyawan didukung untuk memakai inisiatif mereka sendiri seperti yang
dikatakan di Cummins Engine. ‘Lakukan
saja.’Kedua, pemberdayaan tidak hanya memberi
otoritas, tetapi juga sumber daya sehingga mereka mampu membuat keputusan dan
memiliki kekuasaan untuk diimplementasikan.
Cook dan Macaulay (Wibowo, 2007:136) juga ikut mendefinisakan pemberdayaan
yaitu merupakan:
Perubahan yang terjadi pada falsafah manajemen
yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan di mana setiap individu dapat
menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organisasi. Seorang
karyawan memiliki wewenang dan berinisiatif untuk melakukan sesuatu yang dipandang
perlu, jauh melebihi tugasnya sehari-hari
Dari pernyataan diatas dapat
dilihat, dengan adanya pemberdayaan karyawan akan bekerja dengan maksimal
sesuai kemampuannya, tanpa harus terbebani dengan adanya suatu perasaan
dikontrol.
Mendukung pernyataan di atas,
Robbins (Wibowo, 2007:136)
memberikan pengertian pemberdayaan karyawan:
Menempatkan
pekerja bekerja bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan. Dengan
demikian, manajer belajar untuk berhenti mengontrol dan pekerja belajar
bagaimana bertanggung jawaban atas
pekerjaannya dan membuat keputusan yang tepat.
Pemberdayaan
juga membantu
menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidakberdayaan sambil meningkatkan
perasaan self-efficacy pekerja. Self-efficacy adalah suatu perasaan
bahwa dirinya mampu menyelesaikan pekerjaan apa saja yang diberikan kepadanya.
Namun, self-eficacy perlu didukung
dengan kemampuan actual.
Proses pemberdayaan pegawai
dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada pegawai untuk membuat lebih
banyak keputusan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Pemberdayaan pegawai dapat dilakukan melalui perekrutan terhadap orang-orang
terbaik yang berkualifikasi dan mempedulikan apa yang mereka kerjakan (Kadarisman, 2012:15).
Pengertian lain yang diungkapkan
oleh Kadarisman mengenai pemberdayaan adalah suatu peningkatan kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill).
Pemberdayaan sumber daya manusia
menjadi suatu hal yang sangat signifikan, strategis dan komperhensif bagi
setiap proses aktivitas organisasi dalam mewujudkan kinerja sebagaimana yang
diharapkan (Kadarisman, 2012:222).
Pemberdayaan merupakan suatu
proses untuk menjadikan orang menjadi lebih berdaya atau lebih berkemampuan
untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan
kewenangan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawabnya (Wibowo, 2007:137) .
Pendapat
lain mengenai pengertian pemberdayaan dikemukakan
oleh Sharafat Khan (Usmara, 2002:123-124) yang menyatakan bahwa:
Pemberdayaan
merupakan hubungan
antar personal yang berkelanjutan untuk membangun kepecayaan (trust) dan menimbukkan rasa percaya (confident)
antar karyawan dan
manajemen.
Dalam
pandangan TQM (Total Quality Managament)
pemberdayaan dapat diartikan sebagai pelibatan karyawan yang benar-benar berarti
(signifikan). Dengan demikian pemberdayaan tidak sekedar hanya memiliki
masukan, tetapi juga memperhatikan, mempertimbangkan, dan menindaklanjuti
masukan-masukan tersebut apakah akan diterima atau tidak. (Tjiptono & Diana, 2003:128)
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan sumber daya manusia adalah proses mendorong sumber daya
manusia/karyawan mampu mengembangkan jadi lebih terlibat,
dalam keputusan dan mempunyai inisiatif untuk melakukan sesuatu yang dianggap
perlu tanpa meminta persetujuan orang lain, sehingga akan membangun kepercayaan
karyawan dan manajemen dan pada akhirnya karyawan akan bertanggung jawab atas
pekerjaannya dan memberi kontribusi sehingga organisasi bekerja lebih baik.